Latest News

Monday, 4 April 2011

Buku Baru: Kisah-kisah Abadi Bersama Ayahku HAMKA

Irfan Hamka
271 halaman
Penerbit UHAMKA Press

Banyak hikmah dan teladan yang bisa dipetik keulamaan dan ketokohan Haji Abdul Malik Karim Amrullah disingkat HAMKA tak perlu diragukan lagi. HAMKA dikenal sebagai ulama cerdas, tegas, namun juga lembut dan pemaaf.

Banyak artikel dan buku mengupas sosok dan keulamaan HAMKA. Namun, belum banyak yang tahu bagaimana keseharian HAMKA yang akrab disapa Buya ini. Irfan HAMKA, anak kelima Buya HAMKA mengungkap keseharian ayahnya selama berada di rumah dan di mata 10 anaknya.

Buku ini diawali masa-masa Agresi II tahun 1948, saat HAMKA diburu orang-orang Belanda. Imbasnya istri dan 10 anaknya yang tinggal di Padang Panjang, Sumatra Barat, ikut mengungsi. Di masa itu terungkap kalau HAMKA ternyata seorang pendekar yang berani.

Di bab kedua buku diceritakan bahwa Buya adalah seorang penyayang binatang. Sampai akhir hayatnya ulama besar ini memiliki kucing kesayangan. Si Kuning namanya, karena hulunya berwarna kuning keemasan.

Buya mengurus si Kuning sejak masih orok. Tamu tak diundang ini mengeong di pagi buta. Bakda Subuh, Buya membuka pintu, untuk meraih kucing kecil yang kurus dengan mata penuh kotoran. Tanpa sungkan Buya menggendong, membawa ke dapur, membersihkan matanya dengan lap basah. Lalu, memberi susu kental milik anaknya yang bungsu. Dalam sekejap j Uatan lidah mungil menghabiskan susu dalam cawan.

Tak hanya kebutuhan perut, HAMKA pun menyiapkan singgasana bagi anak barunya ini. Keset kaki diberi potongan kain bekas, nyenyaklah si Kuning.

Hubungan HAMKA dengan si Kuning bagaikan kecintaan Abu Hurairah dengan kucing-kucingnya. Selama HAMKA berada di rumah, si Kuning setia mendampingi. Di meja kerja HAMKA menulis buku sambil duduk bersila di kursi. Nah, si Kurung selalu merebahkan diri di atas sila kaki majikannya. Tidur pun si Kuning seranjang dengan Buya mendapat jatah di ujung kaki.

Di buku setebal 271 halaman ini, Irfan membuka rahasia bagaimana ayahnya pernah mengajak berdamai dengan jin. Bertemu makhluk halus itu dilakukan dengan ritual khusus. Anak-anak pria ikut dilibatkan, termasuk Irfan, yang sembunyi ketakutan di kolong meja.

Jin itu penghuni lama di rumah baru keluarga HAMKA di bilangan Kebayoran Baru. Buya terpaksa mengajak berdamai, karena kelakuan jin sudah sangat mengganggu. Hampir semua penghuni, pembantu pernah kena sasaran gangguan jin. Penghuni rumah menyebut si jin dengan nama Innyiak Batungkek (kakek bertong-kat). Karena setiap malam selalu mengetuk tongkatnya mengganggu penghuni rumah. Belum lagi suara-suara aneh membuat bulu kuduk berdiri.

Buku ini mengupas petualangan spiritual Buya HAMKA dan istrinya berangkat haji. Dari 10 anaknya, Irfan yang diajak mendampingi kedua orang tuanya. Perjalanan haji pertama kali ini menarik. Hanya sedikit yang berangkat naik pesawat terbang, kebanyakan calon jamaah memilih berangkat dengan kapal laut.

Buya HAMKA pun memilih naik kapal laut. Berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok. Sebelumnya kapal ini menjemput jamaah haji dari Ujung Pandang, Banjarmasin, Surabaya, Semarang, Jakarta. Perjalanan berlanjut menjemput jamaah dari Pelabuhan Teluk Bayur, Padang, terakhir dari Pelabuhan Belawan Medan. Bisa dibayangkan, berapa lama perjalanan haji mengendarai kapal laut.

Petualangan lain yang diungkap khusus, perjalanan maut dari Baghdad menuju Makkah. Mengapa ditambahi kata maut? Silakan dibaca di bab kelima buku yang dilengkapi dengan foto-foto menarik.

Tegas dan pemaaf

Buku ini tak sekadar berisi cerita ringan keseharian Buya, tetapi di balik cerita begitu banyak teladan dan hikmah yang bisa dipetik dari setiap bab. Betapa Buya sangat tegas untuk urusan akidah. Apalah artinya jabatan, kalau harus mengorbankan akidah. Buya menegaskan, sudah menjual dirinya kepada Allah sehingga tidak boleh menjual kepada yang lainnya lagi.

Jika urusan akidah, Buya sangat tegas, namun urusan sesama manusia dia sangat lembut. Buya pun dikenal sangat pemaaf. Sebagai bukti, beberapa kisah tokoh besar di Indonesia yang nyata-nyata anti-Buya, bahkan sampai memenjarakan Buya, di akhir hayatnya mendambakan kehadiran HAMKA.

Simak detik-detik terakhir menjelang kematian Moh Yamin yang ingin ditemani HAMKA hingga pemakaman di kampung halamannya di Sumatra Barat. Padahal, sebelumnya Moh Yamin sangat menentang pendapat dan sikap HAMKA. Di buku ini diungkap pula keinginan terakhir presiden Soekarno, juga Pramoedya Ananta Toer? Begitu pemaafnya Buya HAMKA terhadap musuh-musuhnya.

Di buku Kisah-kisah Abadi Bersama Ayahku HAMKA, Irfan memberikan pula bab khusus buat Ummi Hj Sitti Raham Rasul sebagai teladan bagi kaum perempuan. Sebagai istri, ibu yang sangat perhatian dan setia mendampingi ayah serta anak-anaknya.

Recent Post